Loh! Milih Caleg Kok Gitu? Ngga Bahaya Tha?!
Loh Milih Caleg Kok Gitu? Ngga Bahaya Tha?
Pengantar
Pemilihan umum (Pemilu) 2024 tinggal menghitung hari. Masyarakat Indonesia pun mulai mempersiapkan diri untuk memilih wakil rakyat mereka dengan beragam pertimbangan. Namun yang disayangkan, masih ada sebagian masyarakat yang memilih calon anggota legislatif (caleg) berdasarkan “kemurahan hati” sang caleg.
Bagi sebagian masyarakat, ukuran “kebaikan” seorang caleg diukur dari seberapa banyak mereka membantu dengan uang mereka sendiri, sekaligus menunjukkan sang caleg punya “modal” untuk nyaleg.
Fenomena ini masih ada bahkan dirasa semakin kuat di masyarakat.
Jika dilihat dari kacamata demokrasi, fenomena ini bukanlah sesuatu yang baik untuk masyarakat, untuk bangsa maupun untuk demokrasi itu sendiri. Kenapa? Karena logika berfikir sederhana: ini politik, politik adalah seni mempengaruhi orang lain untuk memperoleh kekuasaan atas orang lain.
Mari kita telisik satu persatu argumennya.
Jika si caleg adalah orang kaya yang punya banyak uang, selain harus diselidiki darimana asal kekayaannya, maka secara umum cuma ada dua (2) kemungkinan:
- Dia wiraswasta / bisnis / usaha
- Dia pejabat tinggi dan berpengaruh
Kalau dia bisnis atau usaha, maka apa yang dia keluarkan dalam kerangka kampanye untuk menarik hati pemilih dengan ‘jor-joran memberi bantuan’, selayaknya lah pemilih berhati-hati, karena berarti sang caleg sedang menerapkan prinsip ekonomi: berinvestasi untuk kemudian menarik “return on investment” alias keuntungan dari investasinya tadi.
Kalau ternyata si caleg adalah pejabat tinggi dan berpengaruh, kewaspadaan tingkat tinggi justru harus ditujukan bahwa kekayaannya adalah bisa jadi hasil dari usaha yang tidak wajar.
Ujung-ujungnya, patut diduga ada permainan kotor dibalik pemberian sang caleg.
Terakhir apabila sang caleg tidak punya uang tapi bisa memberi bantuan sedemikian royalnya, maka kemungkinannya juga cuma dua (2):
- Dia dengan kharismanya menggalang dana masyarakat atau dikerjakan bersama-sama masyarakat (swakarya)
- Ada bandar yang memodalinya
Lantas bagaimana seharusnya memilih caleg?
Memilih caleg harus dikembalikan pada fungsi aleg (anggota legislatif) itu apa? Fungsi aleg adalah fungsi legislasi, membuat (usulan) aturan bersama-sama pemerintah (atau pemerintah daerah). Aturan yang mengatur kepentingan orang banyak bukan hanya segelintir orang. Selain itu ada juga fungsi pengawasan terhadap eksekutif yaitu pengawasan terhadap pemerintah (pemerintah daerah) dalam menjalankan roda pemerintahan.
Jadi, kalau ada jalan kampung yang sudah lama rusak dan tidak pernah diperbaiki, tugas aleg untuk mengecek pada pemda setempat serta memonitor pengecekannya sampai eksekusi.
Apa yang dicek?
Apakah ada anggarannya? Kalau tidak ada, kenapa tidak diajukan anggaran padahal bukan kasus baru? Melalui mekanisme yang ada di legislatif, anggota legislatif bisa mengajukan usulan atau bahkan memerintahkan pemerintah daerah untuk mengadakan anggaran pembangunan daerah.
Begitu harusnya aleg berfungsi, maka ketika masih caleg yang perlu diketahui adalah PIKIRAN si caleg kesitu atau tidak? IDE si caleg untuk mengatasi masalah lingkungannya ada atau tidak? GAGASAN si caleg untuk membuat lingkungan menjadi lebih baik, manusiawi dan beradab ada atau tidak?
Lantas, bagaimana cara mengetahui PIKIRAN si caleg?
Jawabannya mudah: “Ada rekam jejak ngga“? Rekam jejak bahwa caleg bersangkutan memiliki (idealnya) aktivitas atau kegiatan atau (minimal) pikiran, ide dan gagasan untuk kepentingan masyarakat banyak atau tidak?
Maka yang perlu dilakukan sebelum menentukan memberikan suara pada seorang caleg adalah MENCARI rekam jejak PIKIRAN, IDE, GAGASAN yang “kuat” dari yang bersangkutan. Pikiran, ide dan gagasan yang kuat ukurannya sederhana, bisa diulang-ulang atau konsisten disuarakan. Sekarang sudah era digital, dan data pemilih pun berbasis kecamatan, rasanya tidak terlalu sulit untuk mengetahuinya.
Selain dari rekam jejak, maka cara terbaik untuk menjatuhkan pilihan pada anggota legislatif atau eksekutif (pemilu presiden atau pemilu kepala daerah), adalah dengan mengikuti aturan agama / keyakinan. Dalam hal ini penulis mengambil contoh dari aturan agama / keyakinan Islam, dimana Islam sudah memberi arahan bagaimana seharusnya memilih pemimpin yang mengatur kepentingan orang banyak.
Idealnya lagi adalah memilih pemimpin (eksekutif dan legislatif) yang menentukan kepentingan orang banyak, berdasar keyakinan agama dan rekam jejak ide, gagasan yang berpihak pada kepentingan orang banyak.
Bagi muslim tentu memahami intisari salah satu hadist shahih; “bukankah setiap langkah kita, pilihan kita kelak akan kita pertanggung jawabkan di akhirat nanti?” Maka jadikan pilihan pada pemimpin, termasuk anggota legislatif sebagai salah satu amal kebajikan dengan mengikuti aturan yang telah digariskan dalam Islam.
Kesimpulan
- Fenomena memilih caleg berdasarkan “kemurahan hati” adalah fenomena yang tidak pada tempatnya.
- Memilih caleg harus dikembalikan pada fungsi aleg itu apa.
- Cara terbaik untuk memilih caleg adalah dengan mencari rekam jejak PIKIRAN, IDE, GAGASAN yang “kuat” dari yang bersangkutan.
- Cara terbaik untuk menjatuhkan pilihan adalah mengikuti aturan agama / keyakinan.
Penutup
Memilih caleg tidak boleh hanya berdasarkan “kemurahan hati”. PIKIRAN, IDE, dan GAGASAN adalah hal yang lebih penting.
Calon legislatif (caleg) adalah orang yang akan mewakili kepentingan masyarakat di parlemen. Mereka memiliki peran penting dalam membuat undang-undang, mengawasi pemerintah, dan membela kepentingan rakyat.
Oleh karena itu, penting untuk memilih caleg yang memiliki PIKIRAN, IDE, dan GAGASAN yang baik untuk masyarakat.
PIKIRAN yang baik adalah PIKIRAN yang berpihak pada kepentingan rakyat. IDE yang baik adalah IDE yang dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat. GAGASAN yang baik adalah GAGASAN yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Calon caleg yang memiliki PIKIRAN, IDE, dan GAGASAN yang baik akan bekerja keras untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Mereka akan menjadi wakil rakyat yang amanah dan bertanggung jawab.
Masyarakat harus cerdas dalam memilih caleg. Jangan hanya tergiur dengan “kemurahan hati” caleg. Cari tahu PIKIRAN, IDE, dan GAGASAN caleg terlebih dahulu. Pilihlah caleg yang memiliki PIKIRAN, IDE, dan GAGASAN yang baik untuk masyarakat. (@miyoeL, diolah dari berbagai sumber)